Kembalikan Freeport ke Pangkuan Ibu Pertiwi
Kembalikan Freeport ke Pangkuan Ibu Pertiwi
Satu dua bulan menjelang berakhirnya batas waktu relaksasi larangan eskpor konsentrat, 11 Januari 2017.
Poker Online Terbaik – pemerintah cukup sibuk mencari jalan keluar agar Freeport (PT Freeport Indonesia, PTFI) masih “boleh” mengekspor konsentrat untuk periode waktu tertentu ke depan.
Hasilnya adalah terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 dan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017
Peraturan baru tersebut pada intinya memperbolehkan Freeport mengekspor konsentrat hingga 5 tahun ke depan, sejak Januari 2017 bersamaan dengan harus selesainya pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).
Syarat lain adalah skema kerjasama berubah dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), divestasi saham hingga 51 persen, dan sistem pajak/fiskal mengikuti aturan yang berlaku (prevailing), tidak lagi mengikuti ketentuan yang berlaku dalam KK (nail down).
Freeport pun akan memperoleh perpanjangan kontrak 20 tahun, sehingga memberi kepastian investasi untuk tambang bawah tanah dan smelter.
Ternyata “kemurahan hati” pemerintah menerbitkan PP No.1/2017 untuk merelaksasi larangan ekspor dan memberi perpanjangan kontrak 20 tahun, tidak ditanggapi Freeport, yang terutama keberatan atas divestasi 51 persen dan ketentuan fiskal yang berlaku bagi pemegang IUPK.
Bahkan Freeport mengancam pemerintah dengan rencana PHK terhadap ribuan karyawan PTFI, dan mengajukan gugatan ke arbitrase internasional.
Dalam KK Freeport-Pemerintah RI memang termuat ketentuan penyelesaian perselisihan melalui jalur arbitrase. Namun, langkah tersebut hanya akan ditempuh jika kesepakatan atas berbagai perbedaan tidak tercapai dalam 120 hari (sesuai ketentuan Pasal 21 KK), yang dihitung sejak 17 Februari 2017.
Tentu saja sikap Freeport ini mendapat tanggapan serius dari pemerintah, yang telah beriktikad baik mencari solusi win-win. Menteri ESDM Ignatius Jonan mengatakan, pemerintah pun bisa menggugat Freeport ke arbitrase internasional.
Menko Maritim Luhut B Panjaitan mengatakan, Freeport sebagai perusahaan yang tak mengikuti aturan tata kelola korporasi yang baik, karena mengancam akan merumahkan sejumlah karyawan.
Dikatakan, sebagai perusahaan multinasional, tak elok bagi Freeport begitu saja melakukan PHK.
Terakhir, Presiden Jokowi mengatakan, “kalau memang sulit diajak musyawarah dan sulit kita ajak berunding, ya, nanti kita akan bersikap,” kata Presiden Jokowi. Sikap Freeport memang sejak semula tidak kooperatif, saat dimulainya renegosiasi KK pada 2011.
Istilah “renegosiasi” pun sebenarnya tidak tepat dan menempatkan posisi pemerintah lebih rendah, karena yang seharusnya dilakukan adalah “menyesuaikan” seluruh ketentuan KK dengan ketentuan-ketentuan baru yang diperintahkan UU No.4/2009.
Kembalikan Freeport ke Pangkuan Ibu Pertiwi
Faktanya memang sikap keberatan Freeport mulai ditunjukkan Dubes Amerika Serikat Ted Osius mengatakan, renegosiasi kontrak akan menciptakan ketidakpastian bagi investor.
“Saya rasa itu akan sulit, karena begitu Anda menandatangani kontrak dan mau mengevaluasi kontrak itu bahkan mau mengubah kontrak itu, itu yang investor sebut ketidakpastian. Itu akan memberi sinyal kurang baik bagi potensial investor,” papar Ted Osius pada 22 Juni 2011.
Ternyata hingga saat ini “renegosiasi” dengan Freeport atas enam isu/aspek strategis yang diperintahkan UU Minerba memang gagal, dan masih menimbulkan kisruh sepertiĀ disebut di atas.
Keenam aspek strategis tersebut adalah luas wilayah kerja pertambangan, perpanjangan kontrak, penerimaan negara/royalti, kewajiban pengelolaan dan pemurnian (smelting) domestik, kewajiban divestasi saham, dan kewajiban penggunaan barang dan jasa dalam negeri.
Kewajiban smelting dalam negeri harus dilakukan paling lambat 5 tahun sejak UU Minerba ditetapkan pada Januari 2009, yaitu pada Januari 2014.